Tuesday, January 21, 2014

Seeking for Local Peeps Foot Prints: Dayak Kenyah



Sejak menginjakkan kaki di Bahau Hulu, Pulau Kalimantan, terasa sudah perbedaan dengan Pulau Jawa, terutama Jakarta. Sangat jelas perbedaan suhu udara yang lebih sengat, terasa haus dan lapar ketika harus berjalan menyusuri pinggir Sungai Bahau untuk menuju ke Desa Long Alango.

Perjalanan cukup panjang, akses untuk menuju ke pedalaman Suku Kenyah hanya dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu udara dan air. Jalur yang saya tempuh menggunakan pesawat capung berjenis Pilatus PC-6 Porter dengan kapasitas tujuh orang beserta pilot, yang berarti satu pilot dengan enam penumpang, atau dengan bobot maksimal 1.000 kilogram. Sebelum menaiki pesawat, beban manusia harus ditimbang agar tidak berlebih. Selain pesawat, jalur yang digunakan menggunakan ketinting (perahu kayu bermotor), dengan menyusuri sungai hingga menuju Bahau Hulu.

Memiliki dua sisi berbeda dalam menikmati pemandangan di Kalimantan, karena menggunakan pesawat yang terbangnya rendah, saya dapat melihat sekawanan burung terbang diatas hamparan hijau. Kombinasi warna hijau muda dan tua sedikit warna kecoklatan mengurangi kecemasan saya akan guncangan angin di pesawat capung ini.






Waktu tempuh udara dari Kota Malinau sekitar 1 jam, tergantung situasi cuaca. Jika cuaca tidak memungkinkan untuk terbang atau mendarat, penerbangan pun dapat dibatalkan dan menunggu jadwal penerbangan berikutnya. Ketika akan mendarat, perasaan di dalam pesawat sangat menegangkan bagi saya, baru terbang rendah pertama kalinya. Terlihat bukit di sisi kiri kanan dan sungai. Seketika, Sang Pilot mengurangi kecepatan dan ketinggiannya, jalur pendaratan terlihat dari depan kokpit. Disaat ban pesawat menyentuh tanah, terasa guncangannya seperti menaiki mobil 4WD menyusuri jalanan berkerikil. Hilang sudah kecemasan..


Lapangan Terbang Long Alango

Perjalanan untuk mencari pemukinan Masyarakat Dayak Kenyah masih ditempuh sekitar 1 jam dengan berjalan kaki. Desa Long Alango merupakan desa yang saya tuju. Rute perjalanan mencari desa cukup menguras tenaga. Daratan yang tidak rata, beberapa lokasi cenderung seperti menaiki bukit yang terjal dan turun untuk melewatinya. Cukup melelahkan, membuat saya haus dan lapar. Dengan perbekalan seadanya, sudah habis sebelum perjalanan dimulai. Untung saja saya memiliki tekad untuk mencari pemukiman masyarakat Dayak.

Setelah sekitar 30 menitan berjalan kaki, saya melihat pondokan yang terbuat dari kayu, berharap ada warga setempat yang bersedia memberikan air minum untuk membasahi tenggorokkan yang sudah kering ini. "Permisi..", Ternyata ada dua orang warga sekitar yang sedang menanam di ladang. Saya pun menaruh tas bawaan yang beratnya mencapai 20 kilograman, lalu mengatur nafas yang sudah terengah-engah. Saya sempat lupa memperkenalkan diri karena merasakan panas sekujur tubuh. Badan saya kaget untuk menjelajah di tanah Kalimantan. Untung saja, sambutan kedua ibu di pondokan ini sangatlah ramah. Saya disugukan air minum. Saya pun dengan senyum bahagia, meminum, menegak hingga habis. Saya meminta air lagi tanpa rasa malu. Ibu-ibu ini hanya tertawa melihat saya kelelahan. Maupun tidak mengaca, saya yakin muka saya pasti memerah karena kepanasan kena teriknya matahari di belahan Kalimantan. Setelah saya sudah bisa mengatur nafas, saya memperkenalkan diri kepada ibu-ibu ini. Saya pun bertanya jalur untuk mencapai Desa Long Alango, dan ternyata, mereka kurang mengerti bahasa Indonesia. Mereka mengobrol bersama dengan bahasa yang saya kurang mengerti. Tak lama setelah itu, Salah satu dari ibu ini menawarkan saya makanan. Yak! Makanan! Mereka tahu saja kalau saya memang lapar. Ditawarkan sebuah timun. Dengan senang hati saya menerimanya. Segar sekali rasanya untuk gigitan pertama. Lelah pun sekejap seperti hilang maupun tidak banyak yang saya bincangkan dengan kedua ibu ini, hanya bahasa tubuh saja dan membuat kita tertawa di siang bolong. Gigitan terakhir saya lahap, "huweekk", rasa pahit dari buah ini terasa. Mereka pun tertawa terbahak-bahak, "Hahaahahaaa..". Senyum bahagia rasanya membuat saya ikut bahagia dan merasa nyaman untuk datang ke pedalaman masyarakat Dayak. Sepenggal perkataan dari mereka ada yang saya mengerti sedikit. Rasa pahit yang saya makan dari buah timun, menurut mereka bisa dijadikan sebuah obat malaria. Benar atau tidaknya belum teruji medis.

Sungai Bahau merupakan sungai utama untuk mencapai ke pemukiman desa.
Terlihat di sisi kiri ketika menjelajahi Desa Long Alango jalur darat.



Other stories ; 

Monday, January 20, 2014

Wisma Apung : Karimun Jawa


Salah satu alasan memilih penginapan terapung di Karimun Jawa adalah pemandangan yang langsung mengarah ke perairan. Pemandangan itu pun tersaji saat membuka pintu kamar wisma. Perasaan akan riang gembira melihat gradasi biru muda menjadi tua. Melihat koral berikut ikan-ikan kecil di bagian bawah penginapan menjadi bonus dalam pengalaman menginap disini.

Selain menjadi tempat untuk tinggal selama di pulau yang indah. Penginapan di tengah laut ini juga memberikan pengalaman tak terlupakan lainnya, seperti memberi makan dan main bersama kumpulan ikan hiu yang dipelihara pihak penginapan. Tentu saja, saya tak mau kehilangan kesempatan langsung menyebur dari kamar.

Memberi makan ikan hiu

Hiu-hiu melahap makanannya

Selain memberi atau melihat ikan hiu, di tempat ini bisa melihat ikan fugu. Tahukah anda dengan ikan fugu? Ikan fugu atau dikenal dengan nama ikan buntal merupakan jenis hewan yang beracun. Jika memegang ikan tersebut apakah akan mematikan? Tentu saja tidak ada masalah jika kita pegang. Yang unik dari ikan ini adalah seni bertahan hidupnya. Jika merasa terancam, hewan ini akan mengembang seperti balon yang ditiup. Ternyata lucu juga bentuknya ikan fugu jika terancam.

Tak sabar rasanya untuk berenang langsung bersama ikan hiu disini. Selain ikan hiu, ada banyak ikan-ikan kecil di dalamnya. Ada juga jenis ikan hiu pari. Menurut saya, ikan ini cukup unik, ikan hiu tapi wajahnya terlihat seperti ikan pari memang.




Menyambi menunggu sunset dan makan malam tiba, berenang bersama hiu tidak ada salahnya. Namun, ada hewan kecil berwarna kuning yang bersembunyi di koral suka menggigit-gigit. Meskipun ukurannya hanya seperempat dari tangan dewasa, gigitannya cukup menggemaskan. Untung saja bukan ikan hiu yang menggigit.

Pengalaman menarik bagi saya untuk menginap di Wisma Apung. Waktu malam pun saya sempatkan untuk menyebrang ke Pulau Karimun Jawa untuk jalan-jalan dan mencicipi jajanan lokalnya. Perjalanan ini pun serasa lengkap dan menyenangkan untuk pertama kalinya menikmati liburan di Karimun Jawa dengan biaya yang minim.


Bintang laut, warnanya menarik



Ikan kecil yang suka menyambar, menggigit

Bulu Babi. Hati-hati dalam melangkah!

Friday, January 17, 2014

First Impression : Karimun Jawa


Pemandangan atas laut Karimun Jawa
"Jalan-jalan yukk!", sebuah ajakan untuk mengisi waktu liburan dari seorang teman. Sekitar dua tahun lalu saya menikmati perjalanan ke Jawa Tengah. Perjalanan dimulai dengan naik bus malam menuju ke Semarang. Sampai di Semarang saya naik angkutan kota menuju pelabuhan. Perjalanan malam cukup terasa singkat karena bisa tidur, tetapi mampu membuat badan pegal-pegal. Rasanya ingin cepat sampai lautan dan nyebur, berenang dengan ikan-ikan!

Sampainya di pelabuhan, saya bertemu dengan teman-teman dari Jakarta untuk vakansi bersama. Ferry pun datang, perjalanan kami masih ditempuh empat jam lagi menuju Pulau Karimun Jawa. Selama di kapal, saya menikmati pemandangan laut Jawa. Selain itu, di dalam kapal dapat menikmati hiburan karaoke yang sudah disediakan. Saya pun berharap melihat lumba-lumba melintas, namun selama perjalanan tak satupun mamalia laut terlihat dalam pandangan saya. Tak masalah, masih ada beberapa hari lagi untuk mendapatkan kesempatan melihat makhluk hidup eksotis bawah laut.

Setelah empat jam di laut, akhirnya kaki menapak di daratan Pulau Karimun Jawa. Kami pun semakin tidak sabar melepas lelah dengan snorkling di lautan ini. Kesan pertama untuk melihat pemandangan disini tidak menyangka airnya bening seperti kristal. Setelah turun dari kapal, kami dijemput mobil ke penginapan. Perjalanan ke penginapan cukup singkat, sekiranya 5 menit dan 3 menit harus dilanjutkan dengan menyebrang naik perahu.


Kapal menuju ke penginapan, Wisma Apung

View Pulau Karimun Jawa dari penginapan
Sesampai di penginapan, bukan lagi melepas lelah dengan tidur siang. Setelah manaruh tas di kamar, kami tak sabar untuk melihat taman bawah laut, namun sebelumnya lebih baik menyantap makan siang yang ada. Pas sekali, makanan disini menyajikan secara prasmanan, lengkap dengan buah-buahannya! Segar dan nikmat rasanya..

Kami pun siap menjelajah. Menaiki perahu kembali untuk melihat pulau-pulau dan pemandangan bawah laut. Sekiranya 30 menit perjalanan dari penginapan, kami pun sampai di lokasi snorkling. Kondisi lautan kala itu cukup tenang dan matahari bersinar tidak terlalu terik. Pas sekali untuk langsung melihat pemandangan bawah laut. Yukk!

Lokasi snorkling di Karimun Jawa

A tiny starfishy came up to introduce his self

Guess which one is not the coral?
Hello fish!


So excited melihat ikan-ikan sebanyak ini!
Inilah pengalaman pertama untuk berenang bersama ikan-ikan dan melihat pemandangan bawah laut di perairan Indonesia. Menurut teman saya, koral yang di Karimun Jawa sudah banyak yang rusak, karena banyak wisatawan yang tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan terumbu karang. Banyak yang rusak karena patah terinjak. Mari kita harus tetap menjaga terumbu karang yang ada. Jika kita tetap ingin melihat pemandangan bawah laut yang asri, kita harus menjaganya agar tidak rusak.

Terumbu karang bukanlah sekedar pemandangan yang bisa kita lihat. Selain menjadi objek difoto, terumbu memiliki peranan cukup penting untuk menjaga ekosistem bawah laut. Terumbu karang atau koral ini merupakan rumah bagi ikan-ikan dan tumbuhan laut lainnya. Jadi, jika rumah bagi ikan-ikan ini rusak, keseimbangan di tempat itu pun tidak seimbang. Mengakibatkan ikan-ikan tidak dapat berkembang biak secara sempurna. Jaga keindahan alam kita dan jangan dirusak yaa..



Ikan-ikan kecil bermain di halaman rumahnya


Other stories ; Wisma Apung : Karimun Jawa