Ketika itu hari mendekati senja. Cuaca cerah, langit biru diselimuti warna oranye, diiringi angin laut dan suara deburan ombak. Tak ketinggalan, sambutan khas dari monyet-monyet yang berkeliaran ketika menapakan kaki disana. Mereka cukup jenaka terhadap turis setempat. Setelah menanjak dan menuruni puluhan anak tangga, sambil mengatur nafas, mata saya tertuju kepada panorama alamnya.
Semuanya itu membuat pikiran saya menjadi lebih rileks, beban pikiran hilang sudah dalam waktu sekejap. Kemudian, saya membeli tiket dan mencari tempat duduk dengan jarak pandang yang pas untuk menyimak tarian khas Bali yang menjadi legenda. Dalam benak, selain pemandangan alam, baru kali ini saya menikmati seni pertunjukkan tari di luar ruangan.
Perpindahan cahaya lampu dari terang ke senja hingga gelap berlatar belakang laut luas dan matahari terbenam, diatur secara alami oleh alam. Cak..cak..cak..cak..cak! Pertunjukkan pun dimulai!
Terdengar hentakan yang gaduh memecah keheningan dari puluhan penari laki-laki yang sedang bersila, membentuk sebuah formasi melingkar dengan beberapa lapisan. Sesekali berdiri sambil berseru, cak..cak.. dan mengangkat tangan dengan kondisi tangan terbuka lebar.
Selain kagum, pentas ini mampu membuat saya tertawa. Tingkah laku yang jenaka dan interaktif dari Dewa Kera merupakan pertunjukkan yang spektakuler untuk disaksikan. Tidak menyesal rasanya jauh-jauh datang dan membeli tiket seharga Rp75.000 untuk pentas seperti ini.
Tak terasa sekitar satu setengah jam menyaksikkan pentas tari Kecak dengan kisah Ramayana di dalamnya. Sungguh, selama masih menjaga alam dan budaya, pertunjukkan tradisional seperti ini akan membuat anda takjub dan bersyukur terhadap kreasi masyarakat ini!
No comments:
Post a Comment