Friday, January 15, 2016

Apply Visa Japan: Menggunakan E-Paspor

Setelah hubungan kerjasama antara Jepang dan Indonesia di akhir tahun 2014 terlaksana, bagi warga neraga Indonesia sekarang gratis (bebas visa) untuk bepergian kesana. Namun, ada syarat tertentu bagi yang ingin tamasya ke negeri Sakura. 

Bagi warga negara Indonesia wajib memiliki paspor elektronik atau e-paspor (paspor biometrik). Perbedaan e-paspor dengan paspor biasanya adalah bagian sampul depan sudah dipasang chip, terdapat data-data pemegang paspor di dalamnya. Jika belum memiliki e-paspor silakan apply di sini

Setelah memiliki e-paspor, jangan langsung pergi ke Jepang tanpa mendaftarkan e-paspor anda. Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan sticker visa waiver (bebas visa) ke Jepang:
  • Siapkan e-paspor asli dan lengkapi form pendaftaran visa waiver, dapat di download di sini.
  • Lampirkan dokumen tambahan seperti print booking tiket PP ke Jepang, rekening koran, penginapan hingga itinerary di Jepang.
  • Datang ke Kedutaan Jepang yang terletak di Thamrin, sebelah Plaza Indonesia. Disarankan menggunakan Transjakarta, turun di halte Thamrin lalu berjalan kaki sekitar 500 meter ke Kedutaan. Jika menggunakan kendaraan pribadi, bisa diparkir di Plaza Indonesia. 
  • Waktu pendaftaran visa e-paspor atau paspor biasa, di mulai pukul 08.30am hingga 12.00pm. 
  • Siapkan ID Card untuk ditukar dengan pass card di pos penjagaan. Katakan, "apply visa", lalu akan diarahkan tempatnya. Sebelum duduk, antri atau ambil nomer antrian di mesin yang bertuliskan "A".   
  • Setelah dipanggil, di hadapan officer, serahkan e-paspor dan berkas yang sudah disiapkan. Lalu akan mendapatkan bukti untuk mengambil e-paspor. Jika apply di hari Senin, visa waiver dapat diambil di hari Selasa. Namun, jika di hari Jumat, dapat diambil di hari Senin. 
  • Pendaftaran ini tidak dipungut biaya, it's free!
Cukup simpel bukan untuk mendapatkannya? 



NOTE: 

Friday, September 11, 2015

Kecak Dance : Uluwatu

Melanjuti kisah jalan-jalan saya, tujuan berikutnya adalah Bali! Jujur, saya baru pertama kali ke Bali. Rasanya senang bisa liburan ke Pulau Dewata. Tempat yang menarik menurut saya kali ini salah satunya adalah Uluwatu.

Ketika itu hari mendekati senja. Cuaca cerah, langit biru diselimuti warna oranye, diiringi angin laut dan suara deburan ombak. Tak ketinggalan, sambutan khas dari monyet-monyet yang berkeliaran ketika menapakan kaki disana. Mereka cukup jenaka terhadap turis setempat. Setelah menanjak dan menuruni puluhan anak tangga, sambil mengatur nafas, mata saya tertuju kepada panorama alamnya.



Bukan main, semuanya nampak indah dan mengagumkan dari ketinggian. Dari kejauhan, ombak yang menghantam tebing, terlihat juga sebuah Pura di puncaknya telah menjadi sorotan mata saya.


Semuanya itu membuat pikiran saya menjadi lebih rileks, beban pikiran hilang sudah dalam waktu sekejap. Kemudian, saya membeli tiket dan mencari tempat duduk dengan jarak pandang yang pas untuk menyimak tarian khas Bali yang menjadi legenda. Dalam benak, selain pemandangan alam, baru kali ini saya menikmati seni pertunjukkan tari di luar ruangan.

Perpindahan cahaya lampu dari terang ke senja hingga gelap berlatar belakang laut luas dan matahari terbenam, diatur secara alami oleh alam. Cak..cak..cak..cak..cak! Pertunjukkan pun dimulai!

Terdengar hentakan yang gaduh memecah keheningan dari puluhan penari laki-laki yang sedang bersila, membentuk sebuah formasi melingkar dengan beberapa lapisan. Sesekali berdiri sambil berseru, cak..cak.. dan mengangkat tangan dengan kondisi tangan terbuka lebar.



Pertunjukkan ini menceritakan kisah Ramayana yang populer. Tokoh Hanoman, si Dewa Kera yang berusaha membantu istri Sri Rama yaitu Dewi Sinta dari kejahatan Rahwana. Terasa hikmat dan kagum menyaksikannya. Dalam pertunjukkan tradisional ini, alunan musik berasal dari penari, namun serasa ramai suaranya meskipun dari suara mulut setiap pemain.

Selain kagum, pentas ini mampu membuat saya tertawa. Tingkah laku yang jenaka dan interaktif dari Dewa Kera merupakan pertunjukkan yang spektakuler untuk disaksikan. Tidak menyesal rasanya jauh-jauh datang dan membeli tiket seharga Rp75.000 untuk pentas seperti ini.

Tak terasa sekitar satu setengah jam menyaksikkan pentas tari Kecak dengan kisah Ramayana di dalamnya. Sungguh, selama masih menjaga alam dan budaya, pertunjukkan tradisional seperti ini akan membuat anda takjub dan bersyukur terhadap kreasi masyarakat ini!













Wednesday, August 12, 2015

Sangkima : National Park Kutai

Salah satu lokasi hutan hujan yang pernah saya datangi adalah Sangkima yang berada di Kalimantan Timur dalam kawasan Kutai. Hutan ini merupakan Taman Nasional yang luasnya hingga 198.629 ha jika ingin dijelajah. Meskipun luas, jangan takut nyasar, karena ketika memasukinya ada  jungle track yang terbuat dari kayu ulin.








Dalam menelusuri track Sangkima, selain setapak yang terbuat dari kayu, disuguhi juga jembatan gantung yang sedikit membuat jantung berdebar ketika melewatinya. Sedikit bergoyang, namun cukup kokoh dan aman untuk dilewati. Biasanya, jika anda beruntung, dibawah jembatan akan terlihat buaya disekitaran sungai tersebut.

Setelah melewati jembatan gantung, track ini kurang lebih memakan waktu sekitar 2 jam dengan berjalan santai. Selama perjalanan, mata akan dimanjakan pemandangan yang indah dengan aroma alam yang segar yang tidak didapatkan di daerah perkotaan. Meskipun udara agak lembab dan panas, stress atau pikiran akan pekerjaan pasti akan hilang di tanah ini.




Dalam perjalanan kali ini, tidak banyak binatang yang saya temui. Namun perjalanan ini cukup seru dilewati terutama bagi pemula. Setelah jembatan gantung, akan melewati tebing yang tidak jauh jaraknya. Selain itu ada jembatan sling, yang hanya terdiri kawat yang menjuntai melewati sungai dengan pegangan kiri dan kanan. Tidak ada tali pengaman ketika melewati jembatan. namun dengan perlahan-lahan pasti sampai juga keujung jalan.

Sekitar satu jam waktu tempuh, perjalanan ini memandu penjelajah ke pohon kayu ulin raksasa. Usia pohon tersebut sudah mencapai ratusan tahun lamanya. Mengapa raksasa? Pohon ini mencapai diameter hingga tiga meter. Diameter pohon ini katanya pohon ulin terbesar di Indonesia. Selain melihat ulin raksasa, pohon ini memiliki keunikan. Di pohon tersebut memiliki lubang, ketika saya memasuki tangan ke dalamnya, ada angin yang sejuk berhembus. Entah dari mana asalnya, buat saya pohon ini hidup dengan misteri dan story di dalamnya.











Setelah menikmati keindahan ulin yang sangat eksotis, tertulis "50M Rumah Pohon". Sangat interes sekali melihat pohon dan tertarik untuk dinaiki. Perjalanan pun dari kayu setapak berubah menjadi tanah. Tidak kebayang jika memasuki musim hujan. Tidak dianjurkan memakai sendal jepit saja. Karena jika hujan datang, banyak aneka hewan seperti serangga terlihat dan jalanan berubah menjadi berlumpur dan akan susah dijelajah.

Sekurangnya setengah jam untuk mencapai rumah pohon. Terlihat tidak pendek untuk dinaiki. Sekitar tiga lantai untuk menaiki dan menuruninya tidak lupa dengan mental yang penuh keberanian. Jangan sembrono yaa ketika menaiki dan menuruninya. Karena udara yang lembab mengakibatkan kayu menjadi berlumut, sedikit tidak aman untuk dinaiki karena licin dan rawan terjatuh.





Ketika menaiki tangga rumah pohon, jantung ini cukup berdebar, perasaan itu lebih meningkat lagi sesampai diatasnya, karena pemandangannya cukup membuat terkesima. Hamparan hijau dengan warna langit kebiruan serta awan yang menghiasi angkasa, membuat pandangan terhadap alam menjadi sangat takjub. Sayang sekali jika pemandangan seperti ini hilang begitu saja. Paling tidak, dengan tidak mengambil yang bukan milik kita dan menjaga tetap bersih, tidak membuang sampah sembarangan, kelestarian alam akan tetap terjaga.

Katanya, kalau mau menginap di rumah pohon, saya dapat menjumpai aneka satwa yang melintas. Rumah pohon ini sebenernya merupakan pos pantau, tidak salahnya juga mencoba memantau meskipun sebentar saja.

Enjoy the trip, this is Indonesia!


Sunday, July 12, 2015

The Epic Fail Holiday In The Hope Island : Seribu Islands

Waktu bisa jadi beharga ketika menentukan liburan. Liburan yang singkat belum tahu ke mana, ingin berenang, menikmati udara bersih dan matahari tanpa adanya hiruk pikuk penatnya Jakarta, ini jawabannya!

Perjalanan ini dimulai untuk merayakan kepergian teman saya yang akan belajar ke negara lain. Untuk perayaannya, "Ras, jalan-jalan yuk ke pulau? Tanya saya ke Raras. Ajakan ini didukung dan disetujui oleh rekan lainnya. 

Setelah mencari informasi dan menentukan tujuan ke Pulau Harapan, sehari sebelum keberangkatan, saya dikabari bahwa pulau tersebut penginapannya sudah penuh. Hal yang paling menggemaskan ketika sudah merencanakan dan mengatur jadwal liburan, bisa batal karena tidak mendapatkan penginapan. 

Sejenak saya berpikir, jika tidak dapat penginapan, mungkin camping disalah satu pulau terdekat, pastinya akan seru juga. Pergi ke pulau yang tidak ada penghuninya, mungkin belum ada listrik dan bisa bebas berekspresi, itu tempat yang saya harapkan untuk menikmati liburan kali ini. 

........

Tepat di hari keberangkatan. Terdengar suara adzan subuh berkumandang. Menandakan saya dan delapan teman-teman harus segera berangkat dari tempat berkumpul menuju ke pelabuhan Muara Angke. Dengan menggunakan dua taksi dengan akses tol lingkar luar Jakarta, sesuai dengan janji temu pukul lima subuh di pom bensin Muara Angke, kami bertemu dengan dua teman lainnya.

Kondisi pagi di Muara Angke. Namanya juga pasar ikan. Masker penutup hidung seperti alat bantu pernafasan. Saya sedikit kaget melihat hiruk pikuk kepadatan disini. Saya mengira kemacetan terjadi karena pedagang yang berjualan. Ternyata, orang yang ingin berlibur ke pulau sangat banyak jumlahnya.




Setelah personil lengkap, kami berjalan untuk menaiki kapal. Wah, untuk saya, ini merupakan pengalaman yang berkesan. Selagi mencari kapal yang berlabuh menuju Pulau Harapan, saya harus hati-hati dalam melangkah. Jika salah melangkah disaat menyebrang kapal, saya akan nyebur di air laut yang sudah terkontaminasi, warnanya berubah menjadi hitam!

Setelah menemukan kapal dan duduk tenang. Ternyata, kami harus menunggu kapal ini terisi penuh penumpang. Ditambah lagi, penumpang dipaksa untuk duduk berdesakan di dalam maupun diluar kapal.






Selain itu, baru pukul sembilan pagi sekitar tiga jam kapten kapal baru berlabuh. Komentar dari teman saya yang sudah pernah pergi ke kepulauan seribu,"emang begini, kalau datengnya siang nggak dapet tempat". Doweng! Meskipun terlihat seperti kacau balau, perjalanan kali ini memiliki sisi yang berbeda dan unik dibandingkan dengan perjalanan saya ke Kepulauan Derawan atau Pulau Karimun Jawa.

Oia, meskipun batal berlibur di Pulau Harapan, kami tetap ada harapan melihat Harapan pada saat transit menuju Pulau Perak.



Hello Captain! Lets Go!

Tanpa ABK, kapal akan bertabrakan. Sangat tradisional cara mereka mengoprasikannya

Akhirnya berangkat juga dengan pemandangan berkabut tipis


Lihat tulisan berikutnya:














Saturday, July 11, 2015

Snorkling Spot : Seribu Island


Waktu bisa jadi beharga ketika menentukan liburan. Liburan yang singkat belum tahu ke mana, ingin berenang, menikmati udara bersih dan matahari tanpa adanya hiruk pikuk penatnya Jakarta, ini jawabannya!

Perjalanan ini dimulai untuk merayakan kepergian teman saya yang akan belajar ke negara lain. Untuk perayaannya, "Ras, jalan-jalan yuk ke pulau? Tanya saya ke Raras. Ajakan ini didukung dan disetujui oleh rekan lainnya. 

Setelah mencari informasi dan menentukan tujuan ke Pulau Harapan, sehari sebelum keberangkatan, saya dikabari bahwa pulau tersebut penginapannya sudah penuh. Hal yang paling menggemaskan ketika sudah merencanakan dan mengatur jadwal liburan, bisa batal karena tidak mendapatkan penginapan. 

Sejenak saya berpikir, jika tidak dapat penginapan, mungkin camping disalah satu pulau terdekat dari Pulau Harapan, pastinya akan seru juga. Pergi ke pulau yang tidak ada penghuninya, mungkin belum ada listrik dan bisa bebas berekspresi, itu tempat yang saya harapkan untuk menikmati liburan kali ini. 

........

Sebelum berangkat ke Kepulauan Seribu, teman saya berkata,"jangan samain Pulau Seribu sama Derawan, sudah pasti beda". Yaps, bagi saya pasti beda. Letaknya saja sudah beda. 

Setelah 4 jam perjalanan dari Muara Angke dan transit makan siang di Pulau Harapan. Saya bersama rekan lainnya melanjutkan perjalanan dengan menumpang kapal yang lebih kecil, cukup menampung sekitar 15 orang dewasa. Kapal bergerak cukup pelan. Hembusan angin, aroma lautan, terik matahari, merupakan salah satu terapi untuk menghilangkan stres. Setuju? Deal!





 
Perjalanan ini cukup membuat hati berdebar dan tidak sabar untuk nyemplung ke lautan. Cukup takjub bagi saya melihat Kepulauan Seribu. Tadinya, saya menilai, tempat yang saya kunjungi sepertinya tidak terurus, namun pada saat tiba, saya melihat keindahannya. Terlihat warna gradasi lautan nyatanya. Lautannya pun cukup bersih, tidak terlihat sampah berserakan.

Sekitar 20 menitan di kapal, sebelum berlabuh ke Pulau Perak, tempat untuk camping, kami tiba di salah satu spot snorkling, Pulau Macan. Saya menjadi tambah semangat ketika melihat riang gembira teman-teman ketika mempersiapkan alat-alat. Buka baju, celana, ehh udah pakai celana renangnya yaa.. pakai masker, saluran pernapasan, sepatu katak, tak lupa sunblock. Siap!

Satu persatu pun mulai nyebur untuk melihat isi dibawah laut. Saya juga tak mau ketinggalan melihat keindahannya. Enjoy!